Puisi Seorang Tahanan

Advertisement
Atas ranjang baru
tubuhku panjang
bukit barisan tanpa bulan
kabur dan liat
dengan mata sepikan terali.
Di lorong-lorong
jantung matanya
para pemuda bertangan merah
serdadu-serdadu Belanda rebah.
Di mulutnya menetes
lewat mimpi
Darah di cawan tembikar.
Dijelmakan satu senyum
bara di perut gunung.
(para pemuda bertangan merah
adik lelaki neruskan dendam).
Dinihari bernyanyi
di luar dirinya.
Anak lonceng
menggeliat enam kali 
di perut ibunya.
Mendadak
dipejamkan matanya.
Sipir memutar kunci selnya
dan berkata:
- He, pemberontak
hari yang berikut bukan milikmu!
Diseret di muka peleton algojo
ia meludah tapi tak dikatakannya:
- semalam kucicip sudah
betapa lezatnya madu darah.
Dan tak pernah didengarnya
enam pucuk senapan
meletus bersama.
Advertisement