Al-Laith bin Saad adalah seorang imam yang bijaksana, beliau terkenal juga dengan nama Abu Haris bin Saad bin Abdul Rahman Al- Masri dari golongan tabi'it-tabi'in, beliau banyak meriwayatkan dari orang lain dan darinya juga banyak diriwayatkan. Ulama pada keseluruhannya bersepakat tentang kebesarannya dan keimanannya, juga tentang ketinggian derajat ilmu fiqih dan hadits, beliau adalah imam bagi penduduk mesir pada zaman itu.
Imam Syafi'i pernah memberikan pujian kepadanya dengan katanya:
Al-Laith bin Saad bijaksana dalam ilmu fiqih dari Malik tetapi beliau ditinggalkan oleh sahabat-sahabatnya.
Ketika Imam Ahmad bin Hambal menyifatkan Al-Laith seorang yang banyak ilmunya dan benar percakapannya, tidak ada di antara orang-orang Mesir yang lebih tepat daripadanya, alangkah benar hadits-haditsnya.
Al-Laith dilahirkan pada tahun 93 Hijrah, yaitu pada tahun dilahirkan Imam Malik. Beliau seorang yang dapat dipercaya, banyak meriwayatkan hadits, yang sahih dan beliau yang memberi fatwa pada masanya Al-Laith seorang yang mulia, bijaksana, tenang dan pandai, beliau sangat pandai dalam ilmu nahwu dan bahasa Arab dan beliau hafal hadits dan syair dan beliau mempunyai ingatan yang kuat.
Imam Malik pernah memberi hadiah kepada Al-Laith sewaktu beliau datang ke Madinah. Kemudian Al-Laith juga memberikan hadiah kepadanya sebanyak seribu dinar. Al-Laith seorang yang kaya. Hasil kekayaanya tiap-tiap tahun sebanyak delapan puluh ribu dinar. Diriwayatkan bahwa Al-Laith memberikan kepada Malik seratus dinar tiap-tiap tahun.
Al-Laith meninggal dunia pada tahun 175 hijriah yaitu empat tahun sebelum Malik meninggal. Dan ada pula ahli sejarah yang mengatakan beliau meninggal dunia pada tahun 176 Hijriah dan ada juga yan mengatakan pada tahun 177 Hijriah.
Imam Malik menjadikan hubungan surat menyurat adalah suatu jalan untuk menambah ilmu pengetahuan.
Dari risalah Malik tersebut kita dapati bahwa Malik mengingkari perbuatan-perbuatan Al-Laith. dan dengan secara halus beliau mengatakan bahwa Al-Laith telah memberi beberapa fatwa yang berlawanan dengan amalan penduduk-penduduk Madinah, sedangkan manusia pada umumnya menuruti penduduk Madinah karena ia tempat perpindahan dan di sana kebanyakan ayat Al-Quran diturunkan.